Pages

Saturday, January 21, 2017

Mekanisme dasar peningkatan laju reaksi dengan katalis enzim (3)

#
Perubahan tegangan, distorsi molekul, dan bentuk.  Tegangan dalam sistem ikatan reaktan serta pelepasan tegangan ketika keadaan transisi berubah menjadi produk dapat memberikan peningkatan laju reaksi kimia.
Dua reaksi kimia berikut ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfat ester.



Pada keadaan standar, reaksi (a) berlangsung 108 kali lebih cepat daripada reaksi (b).  Senyawa siklik pada (a) memiliki tegangan ikatan yang cukup besar (energi potensial dalam konfigurasi ini tinggi), yang dilepaskan saat pembukaan cincin selama hidrolisis.  Tipe tegangan ini tidak terdapat dalam diester pada (b).
Pada enzim, substrat tidak saja bisa terdistorsi (memiliki tegangan), tetapi suatu derajat kebebasan ekstra juga dimasukkan, yakni enzim dengan semua rantai samping asam aminonya. Pengikatan substrat pada enzim melibatkan energi interaksi yang bisa memudahkan katalisis.  Untuk peningkatan laju katalitik, harus ada juga suatu destabilisasi keseluruhan pada kompleks enzim-substrat serta suatu peningkatan stabilitas keadaan transisi.  Hal ini dilukiskan dalam gambar 1-1.


Gambar 1-1  Energi aktivasi adalah energi yang lebih rendah untuk reaksi-reaksi yang dikatalisis.  Grafik-grafik di atas, tiap skema reaksi menunjukkan energi substrat (yang dilukiskan disini adalah energi potensial dari substrat “yang dibengkokkan”) pada tiap tahap reaksi.  Panah menunjukkan, sesuai dengan panjang dan ketebalan, dalam hal ini yakni kecepatan reaksi.  DG merupakan energi aktivasi dari keadaan-keadaan transisi molekul, dan DG0 adalah keseluruhan energi bebas dari reaksi.  Perubahan-perubahan pada enzim dan substrat menghasilkan pengikatan yang lebih kuat pada keadaan transisi daripada keadaan E.S atau keadaan E.P.

Dalam reaksi tanpa katalis (Gambar 1-1-a), reaktan memiliki probabilitas rendah untuk mengasumsikan konformasi bertegangan yang diperlukan untuk interaksi antara dua gugus reaktif.  Agar reaksi bisa berlangsung, molekul harus melewati yang disebut batas energi aktivasi.  Dalam reaksi dengan katalis (Gambar 1-1-b), pengikatan reaktan pada enzim menyebabkan pembentukan struktur gabungan (kompleks enzim-substrat) dengan kecenderungan substrat yang lebih besar untuk membentuk keadaan transisi, yakni lebih sedikit energi yang terlibat untuk menyatukan gugus-gugus reaktif.  Karena itulah reaksi berlangsung lebih cepat.
Destabilisasi kompleks enzim-substrat bisa dibayangkan sebagai distorsi panjang dan sudut ikatan dari konfigurasi sebelumnya yang lebih stabil.  Hal ini bisa dicapai dengan tarikan atau tolakan elektrostatik oleh gugus pada substrat dan enzim.  Atau, bisa juga melibatkan desolvasi (penghilangan air) dari gugus bermuatan pada sisi aktif hidrofob.
Jika suatu substrat diikat tanpa tranformasi yang penting pada energi ikatan untuk membentuk tegangan distorsi, maka pengikatan ini akan lebih kuat.  Akan tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi DG (Gambar 1-1).  Namun bila sebagian energi bebas ikatan digunakan untuk mendistorsi enzim agar bisa lebih komplementer terhadap bentuk keadaan transisi, maka pengikatan enzim pada substrat akan menjadi lebih lemah, sedangkan pengikatan pada keadaan transisi substrat akan lebih kuat.  Karena itu, pengikatan substrat yang kuat tidak terlalu berguna dalam meningkatkan laju reaksi enzim.
Misalkan suatu substrat dengan konsentrasi 10-7 mol L-1 menjenuhkan setengah bagian sisi aktif dalam larutan enzim (yakni Kd = 10-7 mol L-1).  Tetapi konsentrasi dalam kondisi fisiologis adalah 10-3 mol L-1.  Sisi-sisi enzim jenuh sempurna dalam konsisi fisiologis (yakni semua sisi telah terisi), sehingga peningkatan laju enzim bukanlah yang akan diperoleh bila energi pengikatan yang besar digunakan untuk mendestabilisasi kompleks enzim-substrat (E.S).
Jika sebagian energi ikatan digunakan untuk memasukkan tegangan atau distorsi ke dalam molekul enzim atau substrat, maka ikatan keadaan transisi yang lebih kuat dicapai, dan afinitas ikatan enzim pada substrat akan berkurang.
Banyak enzim yang mempunyai afinitas ikatan pada substratnya yang besarnya sekitar rata-rata konsentrasi fisiologis, kemungkinan sebagai akibat dari tekanan evolusioner untuk katalisis efisien.
Analisis sinar-x pada kristal karboksipeptidase A (suatu eksopeptidase pankreatik) yang berikatan dengan pseudo substrat (substrat palsu yang tidak didegradasi oleh enzim, yakni suatu inhibitor), menunjukkan bahwa ikatan peptida yang peka telah berputar, menyimpang dari konfigurasi planar normal yang biasa terlihat dalam ikatan peptida.  Distorsi ini menimbulkan hilangnya energi resonansi dalam ikatan, yang meningkatkan kepekaannya terhadap serangan hidrolisis.
Dalam katalisis, kompleks enzim-substrat didestabilisasi dan energi dilepaskan ketika pembentukan keadaan transisi.  Hal ini menyebabkan enzim mengikat substrat dengan sangat kuat dalam keadaan transisi.  Beberapa enzim bisa terinhibisi secara dramatis oleh yang disebut analog keadaan transisi.  Keadaan transisi normalnya berumur sangat pendek (<10-13 s), tetapi analognya merupakan struktur stabil yang menyerupai kompleks keadaan transisi yang sebenarnya.
Prolin rasemase adalah suatu enzim bakteri yang mengkatalisis perubahan timbal balik isomer D dan L prolin:


Dalam perubahan dari isomer L menjadi isomer D, suatu konfigurasi planar (bukan tetrahedral seperti biasanya) molekul terdapat hanya sesaat pada karbon a.


Analog planar dari prolin adalah pirol 2-karboksilat, yang merupakan inhibitor kuat untuk rasemase, yakni menaikkan inhibisi sebesar 50 persen pada konsentrasi yang 160 kali lebih rendah daripada konsentrasi D- atau L-prolin yang membentuk 50 persen ikatan.  Ini adalah contoh yang baik untuk suatu analog keadaan transisi.
Ketika berinteraksi, baik enzim maupun substrat akan mengalami perubahan.  Konsep induced fit (kecocokan pemasukan) suatu sisi aktif pada substrat menekankan adaptasi sisi aktif untuk mencocokkan gugus fungsi pada substrat.  Substrat yang lemah atau inhibitor tidak memasukkan konformasi yang benar pada sisi aktif.

Heksokinase menunjukkan fenomena induced fit.  Enzim ini mengkatalisis transfer fosforil dari ATP ke C-6 pada glukosa seperti berikut:


Enzim ini juga bisa mengkatalisis transfer fosforil ujung dari ATP kepada air.  Dalam hal ini enzim tersebut bekerja sebagai ATPase, tetapi dengan laju 5 x 106 kali lebih lambat daripada reaksi pada persamaan di atas.  Sifat basa dan sifat nukleofilik pada air dibandingkan dengan hidroksil pada C-6 glukosa adalah cukup mirip sehingga dikira tidak ada perbedaan besar pada laju reaksinya.  Karena itu, penjelasan mengenai perbedaan laju adalah bahwa glukosa menyebabkan perubahan konformasi hingga membentuk geometri sisi aktif yang tepat pada enzim, sedangkan molekul air terlalu kecil untuk melakukan hal yang sama.
Terbentuknya geometri yang tepat dalam sisi aktif enzim menyebabkan substrat yang baik dapat terikat dengan energi ikatan.  Penjelasan lain mengenai induced fit adalah bahwa beberapa molekul kecil (seperti H2O dalam contoh heksokinase) terikat secara non produktif, yakni ukurannya yang kecil menyebabkan banyaknya kemungkinan orientasi dengan substrat lain (ATP dalam contoh heksokinase) yang tidak menimbulkan reaksi.  Substrat besar pergerakannya terbatas dan terdapat dalam orientasi yang tepat jutaan kali lebih sering selama vibrasi molekul daripada molekul kecil seperti air.

0 comments:

Post a Comment