Pages

Biokimia adalah kehidupan

Biokimia adalah hidup kita, seperti apa dan bagaimana kita hidup.

Belajar Biokimia

Kapan pun dan di mana pun kita hidup, tubuh kita selalu mengerjakan aktivitas biokimia.

Tubuh kita adalah sistem biokimia

Tubuh kita adalah pabrik yang sangat sibuk, mengekstrak energi dari makanan yang kita makan, membangun sel-sel dan jaringan,.

Tujuan Belajar Biokimia

untuk mempelajari hal kimia yang mendasari fenomena biologis.

Author

Semoga semua informasi dalam blog ini bermanfaat bagi para pembaca.

Saturday, January 21, 2017

Enzim, Laju Reaksi dan Energi Aktivasi

#
Sebagian zat biokimia bersifat stabil dalam bentuk murni, tetapi terurai dengan cepat bila terdapat enzim. Ada perbedaan penting antara stabilitas termodinamika (yang digambarkan sebagai tetapan kesetimbangan reaksi) dan stabilitas kinetika suatu zat. Stabilitas kinetika menggambarkan seberapa cepat reaksi berlangsung, sedangkan stabilitas termodinamika menggambarkan posisi akhir reaksi yang digambarkan dalam bentuk jumlah relatif substrat dan produk pada kesetimbangan. Kerja enzim mempengaruhi stabilitas kinetika suatu zat.
Sebagian besar molekul organik pereduksi (misalnya glukosa) tidak stabil pada tekanan atmosfer bumi (1 atm) menurut termodinamika dan cenderung mengoksidasi.

glukosa + 6O2 →  6CO2 + 6H2O                –DG0 = 2.872 kJ mol-1

Karena itu, oksidasi sangatlah eksergonik (menghasilkan panas), dan reaksinya memiliki –DG0 reaksi yang besar.  Tetapi seperti diketahui, glukosa bersifat stabil ketika dibiarkan.  Dengan demikian, glukosa tidak stabil menurut termodinamika, tetapi stabil menurut kinetika.
Perbedaan antara stabilitas kinetika dan stabilitas termodinamika sangatlah penting.  Perbedaan ini dijelaskan dengan konsep energi bebas aktivasi yang diperlukan untuk mengubah substrat menjadi keadaan transisinya, yakni substrat harus melampaui suatu batasan energi.  Batasan energi adalah energi bebas pada keadaan transisi, DG.  Teori keadaan transisi ini diperkenalkan oleh H. Eyring yang mengaitkan laju reaksi dengan besarnya DG.
Pada tahun 1880-an, Arrhenius mengamati bahwa tetapan laju k untuk reaksi kimia sederhana bervariasi tergantung suhu menurut persamaan berikut:

k = AeEa/RT

dengan Ea adalah yang disebut sebagai energi aktivasi Arrhenius pada reaksi, A adakah faktor preeksponensial, R adalah tetapan gas universal, dan T adalah suhu (K).  Akan tetapi kemudian menjadi jelas bahwa A bisa saja bergantung pada suhu, terutama dalam reaksi dengan katalis.  Karena itu Eyring mengusulkan bahwa semua keadaan transisi terurai dengan tetapan laju yang sama, yaitu kT/h; dengan k adalah tetapan Boltzmann dan h adalah tetapan Planck.  Eyring mengusulkan bahwa untuk reaksi apapun,


dengan DG adalah energi aktivasi kompleks keadaan transisi.

Energi bebas Gibbs suatu sistem diperoleh dari dua komponen, yakni

DG = DHTDS

dengan DS adalah perubahan entropi dan DH adalah perubahan entalpi dalam sistem reaksi.  Dengan demikian, bisa dituliskan dalam persamaan berikut:


Entropi merupakan kesatuan termodinamika kesetimbangan yang ditafsirkan secara mekanika sebagai derajat ketidakteraturan dalam suatu sistem.  Dari persamaan di atas, terlihat bahwa  (1) faktor preeksponensial A bisa ditafsirkan memiliki kaitan dengan penyusunan suatu reaktan dalam enzim sebagai kompleks keadaan transisi yang terbentuk,  dan (2) faktor eksponensial berkaitan dengan entalpi (kalor) reaksi.

Faktor molekul apapun yang cenderung menstabilkan keadaan transisi akan menurunkan DG sehingga meningkatkan laju reaksi.  Dengan demikian, peningkatan laju ini bisa berasal dari efek entropi atau entalpi, atau dari keduanya.

Mekanisme dasar peningkatan laju reaksi dengan katalis enzim (3)

#
Perubahan tegangan, distorsi molekul, dan bentuk.  Tegangan dalam sistem ikatan reaktan serta pelepasan tegangan ketika keadaan transisi berubah menjadi produk dapat memberikan peningkatan laju reaksi kimia.
Dua reaksi kimia berikut ini melibatkan hidrolisis ikatan fosfat ester.



Pada keadaan standar, reaksi (a) berlangsung 108 kali lebih cepat daripada reaksi (b).  Senyawa siklik pada (a) memiliki tegangan ikatan yang cukup besar (energi potensial dalam konfigurasi ini tinggi), yang dilepaskan saat pembukaan cincin selama hidrolisis.  Tipe tegangan ini tidak terdapat dalam diester pada (b).
Pada enzim, substrat tidak saja bisa terdistorsi (memiliki tegangan), tetapi suatu derajat kebebasan ekstra juga dimasukkan, yakni enzim dengan semua rantai samping asam aminonya. Pengikatan substrat pada enzim melibatkan energi interaksi yang bisa memudahkan katalisis.  Untuk peningkatan laju katalitik, harus ada juga suatu destabilisasi keseluruhan pada kompleks enzim-substrat serta suatu peningkatan stabilitas keadaan transisi.  Hal ini dilukiskan dalam gambar 1-1.


Gambar 1-1  Energi aktivasi adalah energi yang lebih rendah untuk reaksi-reaksi yang dikatalisis.  Grafik-grafik di atas, tiap skema reaksi menunjukkan energi substrat (yang dilukiskan disini adalah energi potensial dari substrat “yang dibengkokkan”) pada tiap tahap reaksi.  Panah menunjukkan, sesuai dengan panjang dan ketebalan, dalam hal ini yakni kecepatan reaksi.  DG merupakan energi aktivasi dari keadaan-keadaan transisi molekul, dan DG0 adalah keseluruhan energi bebas dari reaksi.  Perubahan-perubahan pada enzim dan substrat menghasilkan pengikatan yang lebih kuat pada keadaan transisi daripada keadaan E.S atau keadaan E.P.

Dalam reaksi tanpa katalis (Gambar 1-1-a), reaktan memiliki probabilitas rendah untuk mengasumsikan konformasi bertegangan yang diperlukan untuk interaksi antara dua gugus reaktif.  Agar reaksi bisa berlangsung, molekul harus melewati yang disebut batas energi aktivasi.  Dalam reaksi dengan katalis (Gambar 1-1-b), pengikatan reaktan pada enzim menyebabkan pembentukan struktur gabungan (kompleks enzim-substrat) dengan kecenderungan substrat yang lebih besar untuk membentuk keadaan transisi, yakni lebih sedikit energi yang terlibat untuk menyatukan gugus-gugus reaktif.  Karena itulah reaksi berlangsung lebih cepat.
Destabilisasi kompleks enzim-substrat bisa dibayangkan sebagai distorsi panjang dan sudut ikatan dari konfigurasi sebelumnya yang lebih stabil.  Hal ini bisa dicapai dengan tarikan atau tolakan elektrostatik oleh gugus pada substrat dan enzim.  Atau, bisa juga melibatkan desolvasi (penghilangan air) dari gugus bermuatan pada sisi aktif hidrofob.
Jika suatu substrat diikat tanpa tranformasi yang penting pada energi ikatan untuk membentuk tegangan distorsi, maka pengikatan ini akan lebih kuat.  Akan tetapi hal ini tidak terlalu mempengaruhi DG (Gambar 1-1).  Namun bila sebagian energi bebas ikatan digunakan untuk mendistorsi enzim agar bisa lebih komplementer terhadap bentuk keadaan transisi, maka pengikatan enzim pada substrat akan menjadi lebih lemah, sedangkan pengikatan pada keadaan transisi substrat akan lebih kuat.  Karena itu, pengikatan substrat yang kuat tidak terlalu berguna dalam meningkatkan laju reaksi enzim.
Misalkan suatu substrat dengan konsentrasi 10-7 mol L-1 menjenuhkan setengah bagian sisi aktif dalam larutan enzim (yakni Kd = 10-7 mol L-1).  Tetapi konsentrasi dalam kondisi fisiologis adalah 10-3 mol L-1.  Sisi-sisi enzim jenuh sempurna dalam konsisi fisiologis (yakni semua sisi telah terisi), sehingga peningkatan laju enzim bukanlah yang akan diperoleh bila energi pengikatan yang besar digunakan untuk mendestabilisasi kompleks enzim-substrat (E.S).
Jika sebagian energi ikatan digunakan untuk memasukkan tegangan atau distorsi ke dalam molekul enzim atau substrat, maka ikatan keadaan transisi yang lebih kuat dicapai, dan afinitas ikatan enzim pada substrat akan berkurang.
Banyak enzim yang mempunyai afinitas ikatan pada substratnya yang besarnya sekitar rata-rata konsentrasi fisiologis, kemungkinan sebagai akibat dari tekanan evolusioner untuk katalisis efisien.
Analisis sinar-x pada kristal karboksipeptidase A (suatu eksopeptidase pankreatik) yang berikatan dengan pseudo substrat (substrat palsu yang tidak didegradasi oleh enzim, yakni suatu inhibitor), menunjukkan bahwa ikatan peptida yang peka telah berputar, menyimpang dari konfigurasi planar normal yang biasa terlihat dalam ikatan peptida.  Distorsi ini menimbulkan hilangnya energi resonansi dalam ikatan, yang meningkatkan kepekaannya terhadap serangan hidrolisis.
Dalam katalisis, kompleks enzim-substrat didestabilisasi dan energi dilepaskan ketika pembentukan keadaan transisi.  Hal ini menyebabkan enzim mengikat substrat dengan sangat kuat dalam keadaan transisi.  Beberapa enzim bisa terinhibisi secara dramatis oleh yang disebut analog keadaan transisi.  Keadaan transisi normalnya berumur sangat pendek (<10-13 s), tetapi analognya merupakan struktur stabil yang menyerupai kompleks keadaan transisi yang sebenarnya.
Prolin rasemase adalah suatu enzim bakteri yang mengkatalisis perubahan timbal balik isomer D dan L prolin:


Dalam perubahan dari isomer L menjadi isomer D, suatu konfigurasi planar (bukan tetrahedral seperti biasanya) molekul terdapat hanya sesaat pada karbon a.


Analog planar dari prolin adalah pirol 2-karboksilat, yang merupakan inhibitor kuat untuk rasemase, yakni menaikkan inhibisi sebesar 50 persen pada konsentrasi yang 160 kali lebih rendah daripada konsentrasi D- atau L-prolin yang membentuk 50 persen ikatan.  Ini adalah contoh yang baik untuk suatu analog keadaan transisi.
Ketika berinteraksi, baik enzim maupun substrat akan mengalami perubahan.  Konsep induced fit (kecocokan pemasukan) suatu sisi aktif pada substrat menekankan adaptasi sisi aktif untuk mencocokkan gugus fungsi pada substrat.  Substrat yang lemah atau inhibitor tidak memasukkan konformasi yang benar pada sisi aktif.

Heksokinase menunjukkan fenomena induced fit.  Enzim ini mengkatalisis transfer fosforil dari ATP ke C-6 pada glukosa seperti berikut:


Enzim ini juga bisa mengkatalisis transfer fosforil ujung dari ATP kepada air.  Dalam hal ini enzim tersebut bekerja sebagai ATPase, tetapi dengan laju 5 x 106 kali lebih lambat daripada reaksi pada persamaan di atas.  Sifat basa dan sifat nukleofilik pada air dibandingkan dengan hidroksil pada C-6 glukosa adalah cukup mirip sehingga dikira tidak ada perbedaan besar pada laju reaksinya.  Karena itu, penjelasan mengenai perbedaan laju adalah bahwa glukosa menyebabkan perubahan konformasi hingga membentuk geometri sisi aktif yang tepat pada enzim, sedangkan molekul air terlalu kecil untuk melakukan hal yang sama.
Terbentuknya geometri yang tepat dalam sisi aktif enzim menyebabkan substrat yang baik dapat terikat dengan energi ikatan.  Penjelasan lain mengenai induced fit adalah bahwa beberapa molekul kecil (seperti H2O dalam contoh heksokinase) terikat secara non produktif, yakni ukurannya yang kecil menyebabkan banyaknya kemungkinan orientasi dengan substrat lain (ATP dalam contoh heksokinase) yang tidak menimbulkan reaksi.  Substrat besar pergerakannya terbatas dan terdapat dalam orientasi yang tepat jutaan kali lebih sering selama vibrasi molekul daripada molekul kecil seperti air.

Mekanisme dasar peningkatan laju reaksi dengan katalis enzim (2)

#
Katalisis asam-basa umum didefinisikan sebagai proses pemindahan proton dalam keadaan transisi.  Proses ini tidak melibatkan pembentukan ikatan kovalen di dalamnya, tetapi reaksi enzimatik keseluruhan bisa melibatkan ini juga.
Contoh katalisis asam-basa umum dari kimia organik adalah seperti ilustrasi berikut, tetapi perhatikan bahwa hemiasetal juga terbentuk dalam beberapa reaksi enzimatik.

Reaksi keseluruhan:


Mekanisme reaksi A:  Suatu basa (OH-) mempercepat pembentukan hemiasetal seperti berikut:


CatatanOH- didaur ulang dalam reaksi ini, sehingga bisa dianggap sebagai suatu katalis dalam arti sebenarnya.

Mekanisme reaksi B:  Katalis asam juga terdapat dalam reaksi, yang melibatkan pembentukan garam oksonium, diikuti oleh reaksi dengan alkohol seperti berikut:


Dalam contoh di atas, laju pembentukan hemiasetal ditingkatkan dalam asam kuat atau basa kuat.  Dalam reaksi lain bisa saja hanya salah satu (basa atau asam) yang menjadi katalis.
Hidrolisis nitramida adalah peka terhadap katalis basa, tetapi tidak peka terhadap katalis asam.  Peningkatan pH menimbulkan peningkatan laju reaksi yang totalnya tanpa pemakaian basa, seperti ditunjukkan dalam reaksi berikut:
NH2NO2 + OH- →  H2O + NHNO2-
NHNO2- →  N2O + OH-

OH- bukanlah satu-satunya basa yang dapat mengkatalisis hidrolisis ini.  Basa-basa lain seperti asetat juga bereaksi, misalnya,

NH2NO2 + CH3COO- →  CH3COOH + NHNO2-
NHNO2- →  N2O + OH-
OH- + CH3COOH →  H2O + CH3COO-

Menurut definisi Brønsted-Lowry (dan seperti dalam contoh di atas), suatu asam adalah bagian apapun yang mendonorkan proton, sedangkan basa adalah yang akan menerima proton dari bagian lain.
Katalisis asam-basa tidak meningkatkan laju oleh faktor yang lebih besar dari ~100, tetapi bersama dengan mekanisme lain yang bekerja dalam sisi aktif suatu enzim, maka peningkatan laju reaksi enzimatik akan sangat berarti.  Rantai samping asam amino asam glutamat, histidin, asam aspartat, lisin, tirosin, dan sistein dalam bentuk terprotonasinya bisa berperan sebagai katalis asam, sedangkan bentuk tidak terprotonasinya sebagai katalis basa.  Keefektifan rantai samping sebagai suatu katalis tergantung pada pKa dalam lingkungan sisi aktif, serta pada pH bekerjanya enzim.

Mekanisme dasar peningkatan laju reaksi dengan katalis enzim (1)

#
Mekanisme dasar suatu enzim dalam meningkatkan laju reaksi kimia dapat diklasifikasikan ke dalam empat kelompok.
Facilitation of proximity, atau kemudahan kedekatan, yang disebut juga sebagai efek keakraban, yang berarti bahwa laju reaksi antara dua molekul ditingkatkan bila dalam larutan encer keduanya dijaga dalam jarak dekat satu sama lain dalam sisi aktif enzim, sehingga menaikkan konsentrasi efektif reaktan.
Katalisis kovalen, yakni rantai-rantai samping asam amino menyediakan sejumlah gugus nukleofilik untuk katalisis.  Gugus-gugus nukleofilik ini antara lain RCOO, R––NH2, aromatik––OH, histidil, R––OH, dan RS.  Gugus-gugus ini menyerang bagian elektrofilik (kekurangan elektron) pada substran untuk membentuk ikatan kovalen antara substran dengan enzim, yakni membentuk suatu reaksi intermediet.  Tipe proses ini terutama terbukti pada enzim pentransfer gugus (EC Kelas 2).  Dalam pembentukan intermediet yang berikatan kovalen, penyerangan oleh enzim nukleofil (Enz-X dalam contoh di bawah) pada substrat bisa menghasilkan asilasi, fosforilasi, atau glikosilasi pada nukleofil.
Menuliskan mekanisme kimia suatu reaksi berarti menggambarkan penataan ulang elektron pada saat substrat diubah menjadi produk melalui suatu keadaan transisi.  Cara yang biasanya digunakan untuk melukiskan alur penataan ulang ikatan adalah dengan memakai panah lengkung yang menandakan arah aliran elektron.
Diagram aliran elektron untuk hidrolisis ikatan peptida adalah seperti berikut:


H2O nukleofilik menyerang karbon karbonil elektrofilik, yang menjadi kekurangan elektron karena penarikan elektron kepada oksigen karbonil.  Perhatikan bahwa dalam intermediet tetrahedral pada struktur yang kedua dan ketiga, karbon memiliki penataan tetrahedral biasa yang terdiri atas empat ikatan.
Suatu intermediet fosfoenzim dibentuk dalam salah satu tipe katalisis kovalen enzim:


Banyak contoh mekanisme dasar katalisis ini yang bisa ditemukan dalam enzim-enzim EC Kelas 2.  Salah satu contohnya yakni heksokinase.
Intermediet kovalen bisa diserang oleh nukleofil kedua yang menyebabkan pelepasan produk.  Bila nukleofil kedua adalah air, maka reaksi keseluruhan dinamakan hidrolisis.  Banyak nukleofil yang bukan hanya suatu rantai samping asam amino pada enzim, tetapi merupakan suatu gugus prostetik, misalnya piridoksal fosfat dalam transaminase.

Klasifikasi enzim

#
Semua enzim diberi nama menurut sistem yang dirancang oleh Komisi Enzim (Enzyme Commission, EC) dari International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), dan berdasarkan pada tipe reaksi yang dikatalisis enzim tersebut.  Setiap tipe enzim mempunyai empat digit nomor EC yang spesifik, serta nama yang kompleks namun jelas dan bisa menepis kebingungan tentang enzim-enzim yang mengkatalisis reaksi yang serupa tetapi tidak identik.  Dalam prakteknya, banyak enzim yang lebih dikenal dengan nama umum, yang biasanya berasal dari nama reaktan utamanya yang spesifik, dengan ditambahkan akhiran –ase.  Beberapa nama umum tidak memiliki akhiran –ase, yang biasanya merupakan enzim yang dipelajari dan diberi nama sebelum klasifikasi sistematik enzim dibuat.
Contoh nama-nama enzim yang lazim yakni arginase, yang bekerja pada arginin;  dan urease, yang bekerja pada urea.  Dua nama umum yang tidak lazim yakni pepsin, suatu enzim proteolitik dalam jalur pencernaan (nomor EC 3.4.23.1);  dan rodanese (tiosulfat: sianida sulfurtransferase, EC 2.8.1.1), yang berada dalam hati dan ginjal mamalia untuk mengkatalisis penghilangan sianida dan tiosulfat dari tubuh.
Digit pertama dalam nomor EC menunjukkan termasuk kelas mana enzim tersebut, dari enam kelas utama yang ada (Tabel 1.1).


 Tabel 1.1.         Kelas-kelas Utama Enzim

Digit Pertama EC
Kelas Enzim
Tipe Reaksi yang Dikatalisis
1.
Oksidoreduktase
Oksidasi-reduksi.  Pendonor hidrogen atau elektron adalah salah satu substratnya.
2.
Tranferase
Transfer gugus kimia dari bentuk umum
A––X + B à A + B––X.
3.
Hidrolase
Pemotongan hidrolitik pada C––C, C––N, C––O, dan ikatan lainnya.
4.
Liase
Pemotongan (bukan hidrolitik) pada
C––C, C––N, C––O, dan ikatan lainnya, meninggalkan ikatan rangkap;  atau alternatifnya yakni penambahan gugus pada suatu ikatan rangkap.
5.
Isomerase
Perubahan penataan geometris (spasial) suatu molekul.
6.
Ligase
Ligasi (menghubungkan) dua molekul dengan mengikutsertakan hidrolisis senyawa yang memiliki DG besar untuk hidrolisis.


Digit kedua dalam nomor enzim EC menandakan sub-kelas; sedangkan untuk hidrolase, digit kedua ini menandakan tipe ikatan target kerja enzim (Tabel 1.2).




Arginase adalah suatu hidrolase yang ada dalam hati organisme penghasil urea (ureoteles).  Enzim ini mengkatalisis reaksi:
  

Nama EC resmi untuk enzim ini adalah L-arginin amidinohidrolase, yang kata terakhirnya berasal dari reaksi pemotongan gugus amidino pada arginin (lingkaran putus-putus dalam persamaan di atas) dengan memasukkan molekul air pada ikatan C––N.  Dalam reaksi, ikatan C––N nonpeptida dipotong, sehingga didapat nomor kedua EC untuk arginase adalah 5.  Nomor klasifikasi lengkapnya adalah 3.5.3.1.
Angka ketiga adalah subklasifikasi tipe ikatan target enzim, atau gugus yang ditransfer dalam reaksi, atau keduanya.  Kategori angka ini bervariasi dari satu kelas EC utama ke kelas berikutnya.  Nomor keempat adalah nomor seri enzim.

Enzim

#
Enzim adalah katalis protein yang meningkatkan laju reaksi kimia dan tidak ikut bereaksi (dikonsumsi) selama reaksi dikatalis.  Enzim biasanya terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah di dalam sel, di mana mereka meningkatkan laju reaksi tanpa mengubah posisi kesetimbangan.  Laju reaksi ke depan maupun reaksi kebalikan ditingkatkan oleh faktor yang sama.  Faktor ini biasanya sekitar 103 – 1012.
Meskipun fenomena fermentasi dan pencernaan telah lama dikenal, tetapi penjelasan pertama tentang enzim baru dibuat oleh Payen dan Persoz ketika mereka menemukan bahwa endapan alkohol dari ekstrak ragi mengandung suatu zat yang tidak tahan panas yang dapat mengubah tepung menjadi gula.
Zat dalam penjelasan di atas disebut diastase (dari bahasa Yunani yang berarti “pemisahan”) karena kemampuannya untuk memisahkan dekstrin yang dapat larut dengan butiran tepung yang tidak larut.  Diastase menjadi istilah yang biasa digunakan untuk campuran enzim ini sampai tahun 1898, ketika Duclaux mengusulkan penggunaan akhiran –ase dalam nama enzim.
Banyak enzim yang dimurnikan dari berbagai sumber, tetapi yang pertama kali mengkristalkan enzim adalah J.B. Sumner.  Enzim yang dikristalkan ini berasal dari jack beans.  Untuk hasil yang memakan waktu 6 tahun penelitian ini (1924 – 1930), Sumner mendapatkan hadiah Nobel pada tahun 1946.  Pekerjaannya didemonstrasikan sekali saja meskipun enzim-enzim merupakan kesatuan kimia yang berbeda.
Gas karbon dioksida mudah larut dalam air dan terhidrasi secara spontan membentuk asam karbonat, yang terdisosiasi dengan cepat menjadi suatu proton dan ion bikarbonat:


Laju reaksi hidrasi untuk 20 mmol L-1 CO2 pada 250C dan pH 7,2 adalah ~0,6 mmol L-1 s-1.
Dalam sel darah merah mamalia, enzim karbonat anhidrase terdapat dalam konsentrasi 1 – 2 g per liter sel (Mr = 30.000), sehingga konsentrasi molarnya ~50 x 10-6.  Laju reaksi hidrasi dengan adanya enzim karbonat anhidrase dalam kondisi seperti di atas adalah ~50 mol L-1 s-1, yakni mengalami peningkatan laju 8 x 104 kali lipat dari proses tanpa katalis.
#
Terdapat lebih dari 2.500 macam reaksi biokimia dengan enzim spesifik yang membantu peningkatan laju reaksi.  Spesies organisme yang berbeda memproduksi variasi struktur enzim yang berbeda pula, sehingga jumlah macam protein enzim dalam seluruh sistem biologis adalah lebih dari 106.  Setiap enzim dikarakterisasi oleh spesifisitas substrat kimia (reaktan) serta molekul lain yang mengatur aktivitasnya.  Molekul lain ini disebut efektor, yang bisa merupakan aktivator, inhibitor, atau keduanya.  Dalam enzim yang lebih kompleks, satu senyawa bisa memiliki salah satu efek, yang tergantung pada kondisi fisik atau kimia lainnya.  Enzim berukuran mulai dari kompleks subunit banyak yang besar (disebut enzim multimer, Mr »106) sampai bentuk subunit tunggal yang kecil.
Aspartat karbomoiltransferase mengkatalisis pembentukan karbamoil aspartat dari karbamoil fosfat dan aspartat, dalam langkah pertama yang dilakukan untuk biosintesis pirimidin.  Enzim yang berasal dari bakteri E. coli ini (Mr = 310.000) terdiri atas 12 subunit, yakni enam regulator dan enam katalis.  CTP adalah efektor negatif, yakni menginhibisi enzim tersebut melalui pengikatan pada subunit regulator.  ATP adalah efektor positif yang bekerja melalui subunit regulator, sedangkan suksinat menginhibisi reaksi yang terjadi dengan cara berkompetisi langsung dengan aspartat pada sisi aktif.
Luas permukaan enzim yang paling kecil sekalipun (seperti ribonuklease, Mr = 12.000) yang ditempati oleh gugus kimia yang akan diikat oleh reaktan, adalah kurang dari 5 persen dari luas total.  Daerah ini disebut sisi aktif.
#
Penataan tertentu pada rantai samping asam amino suatu enzim di sisi aktifnya menentukan tipe molekul yang bisa terikat dan bereaksi di situ.  Biasanya ada sekitar lima rantai samping seperti itu dalam enzim apapun.  Selain itu, banyak enzim yang memiliki molekul-molekul nonprotein kecil yang terhubung dengan sisi aktif atau di dekatnya, yang menentukan spesifisitas substrat.  Molekul-molekul ini disebut kofaktor jika terikat secara nonkovalen pada protein, atau disebut gugus prostetik jika terikat secara kovalen.  Dalam beberapa enzim, ion logam tertentu diperlukan untuk aktivitasnya.
Karbonat anhidrase memiliki satu ion Zn2+ per molekul enzim.  Ion logam tersebut berada pada sisi aktif.  Aspartat karbamoiltransferase memiliki enam ion Zn2+ per dodekamer, yang diperlukan untuk stabilisasi kompleks.  Tanpa Zn2+, heksamer ini akan terdisosiasi.

Thursday, January 19, 2017

Mari Mulai Belajar Biokimia Bersama (M2B3)

#
"Secara sederhana, definisi biokimia adalah kehidupan. Secara praktik nyata, biokimia adalah hidup kita: seperti apa kita dan bagaimana kita hidup. Tubuh kita adalah pabrik yang sangat sibuk, mengekstrak energi dari makanan yang kita makan, membangun sel-sel dan jaringan, dan merajut semua bersama-sama menjadi sebuah kesatuan yang berfungsi menggunakan alat molekul yang disebut enzim. Makhluk yang berbeda seperti bakteri, jerapah, dan manusia menggunakan banyak perlalatan biokimia yang sama untuk bertahan hidup, makan, bergerak, dan berinteraksi dengan lingkungan masing-masing. Biokimia sangat mendasari kesehatan kita."